Berdasarkan
Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial
yang dimaksud dengan pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka
umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Mengemis/meminta-minta
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang karena membutuhkan uang,
makanan, tempat tinggal atau hal lainnya, bahkan jabatan atau pekerjaan dari
orang yang mereka temui atau dari orang yang memiliki pengaruh. Kegiatan ini
dilakukan karena mereka tidak dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan, entah
itu karena keterbatasan pengetahuan,
fisik, keterampilan, informasi, ataupun hal lainnya. Tetapi, di dalam makalah
ini yang kami maksud dengan mengemis/meminta-minta adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengharapkan sedikit belas kasihan orang di tempat-tempat umum,
baik itu uang recehan ataupun sedikit makanan untuk mengganjal perut mereka.
Di
kota-kota besar kegiatan mengemis/meminta-minta yang dilakukan oleh orang-orang
yang disebut pengemis ini adalah fenomena yang banyak dan sering kita saksikan.
Hampir di setiap perempatan atau stopan lampu lalu lintas, fenomena pengemis
ini dapat kita temui. Mereka yang mengemis/meminta-minta biasanya menggunakan
gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang dapat dimasukan uang dan
kadang-kadang menggunakan pesan seperti, "Tolong, aku tidak punya
rumah" atau "Tolonglah korban bencana alam ini”. Penampilan mereka
pun beragam, tetapi tujuannya sama yaitu untuk menarik simpati dan belas kasih
orang yang melihatnya. Penampilan mereka untuk menarik simpati dan belas kasihan
orang pun bermacam-macam, ada yang memakai pakaian compang-camping, tubuhnya di
cat warna perak, dsb.
Sejarah
Pengemis
Pengemis bukan lah kata-kata yang
asing di telinga kita. Kita dapat menemukan pengemis hampir di semua sudut
kota, bukan hanya kota-kota besar seperti Jakarta namun di kota-kota kecil kita
dengan mudah dapat jumpai.
Ketika
di Jawa masih berada dibawah kekuasaan Raja Raja yaitu pada sekitar abad ke-17,
sebagai salah satu perwujudan kedekatan Raja dengan rakyatnya, keluarga kraton
melakukan semacam kegiatan sedekah, yaitu membagi bagikan makanan atau uang,
langsung diberikan oleh Sang Raja kepada rakyatnya. Kebetulan hari yang dipilih
adalah Kamis (jawa : Kemis).
Karena
seringnya kegiatan keluarga kraton tersebut diadakan pada hari Kamis (tidak
setiap hari Kamis), maka rakyat jawa menganggap ini sudah menjadi tradisi dan
mereka menyebutnya dengan ‘ngemis’ artinya ikut kegiatan pada hari Kemis.
Waktu
itu, ‘ngemis’ bukanlah kegiatan yang hina, karena selain diikuti oleh seluruh
lapisan masyarakat (bukan hanya orang miskin) juga sebagai bukti kesetiaan
rakyat kepada Rajanya. Bahkan mereka menganggap bahwa apapun pemberian dari
Raja adalah sebuah berkah dari Yang Maha Kuasa yang terkirim melalui Raja
mereka (Ngalap Berkah).
Hingga
kemudian pada masa penjajahan Belanda, kegiatan Ngemis sudah jarang dilakukan
dan tidak sesemarak sebelum sebelumnya, karena kekuasaan Raja pada masa itu
sudah mulai dipersempit dengan kehadiran penjajah. Setelah masa penjajahan
berlalu dan menuju era kemerdekaan, meski sudah tidak ada lagi tradisi sedekah
yang dilakukan oleh keluarga Kraton pada hari Kamis tsb, namun istilah ‘Ngemis’
tidak bisa hilang begitu saja.
Sebutan
‘Ngemis’ dengan sendirinya terlontar dari mulut orang Jawa ketika melihat ada
orang miskin yang meminta minta yaitu ” Koyo wong Ngemis” (maksudnya seperti
orang mengikuti kegiatan pada hari Kamis tersebut).
Nah,
disinilah terjadi peralihan makna dari ‘Ngemis’, yaitu yang dulunya sebagai
bagian/ritual Ngalap Berkah, menjadi kegiatan meminta minta belas kasihan, dan
kemudian mereka yang Ngemis, disebut Pengemis.
Pengemis
memang identik dengan orang miskin yang menderita kesusahan dan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan paling dasar sekalipun yaitu makan. Pengemis untuk bisa
mengisi perutnya saja harus meminta minta belas kasihan dari orang lain.
Tetapi
hal tersebut sudah tidak berlaku di jaman sekarang, pengemis merupakan suatu
profesi yang menjanjikan, bahkan bisa-bisa orang tersebut jauh lebih kaya
daripada pemberi sedekah. Hal ini terutama di kota besar menjadi suatu masalah.
Jenis-jenis
Pengemis
Kita
dapat menyaksikan sendiri bahwa pengemis tidak hanya mereka yang sudah lanjut
usia, tetapi hampir di setiap tingkatan usia ada yang menjadi pengemis. Berikut adalah beberapa jenis
pengemis yang dapat kami identifikasi dari berbagai sumber serta dari hasil
observasi kami, di antaranya:
1.
Pengemis
Dengan Anak
Pengemis
dengan anak adalah orang-orang yang meminta-minta di muka umum dengan cara
memperalat anak baik anak kandung ataupun anak
pinjaman untuk mendapat belas kasihan orang lain. Anak yang mereka
bawa biasanya di gendong atau si anak
dibuat tertidur lelap di jalanan sehingga orang yang lewat di depannya merasa
iba dan memberi kepada mereka. Tapi tidak semua anak yang mereka bawa adalah
keinginan si anak, ada juga yang karena paksaan dari orang tuanya walaupun anak
melawan dan mereka hanya ingin bermain, jika si anak melawan orang tuanya
kadang memukul atau memarahi mereka agar menuruti apa kemauan dari sang orang
tua. Seperti contoh kita lihat banyak di jalanan baik di daerah metropolitan
atau di kota-kota besar seperti Bandung, mereka mengemis dengan membawa anak
sebagai bentuk untuk menarik simpati orang lain. Fenomena pengemis dengan membawa anak sudah tidak
asing lagi kita temui di setiap
persimpangan lampu merah. Selain kaum marginal ini malas, tidak ada
suatu badan usaha baik swasta ataupun pemerintah yang “mau” dan peduli untuk memberdayakan
mereka. Mereka malah dimanfaatkan oleh mafia pengemis.
2.
Pengemis
Bocah
Pengemis
bocah adalah anak-anak yang meminta-minta di muka umum atau di jalanan untuk
mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Bocah disini berusia antara 3-17
tahun. Motif dari mereka melakukan ini karena untuk membantu orang tua dari
mereka yang mungkin dalam keadaan susah, orang tuanya sedang sakit ataupun
sudah meninggal atau barangkali mereka dipekerjakan oleh seseorang yang menjadi
mafia pengemis ini atau bahkan oleh
orang tuanya sendiri. Seperti kasus di Batam, seorang anak yang dipaksa oleh
ayahnya untuk bekerja di jalanan dengan
cara mengemis tapi karena dia tidak mau maka dia sering di pukul dan disundut
rokok ke pipinya. Selain itu juga dia harus membawa hasil uang mengemisnya itu
ke bapaknya atau menyetor.
3.
Pengemis
Cacat atau Disabilitas
Pengemis
cacat atau disabilitas adalah pengemis yang memiliki keterbatasan baik secara
fisik, mental atau ganda. Umumnya mereka mengemis karena tidak ada hal lain
yang bisa mereka lakukan selain dengan meminta-minta di jalanan. Hal ini
disebabkan karena kecacatan yang mereka alami sehingga sulit untuk memperoleh
atau melakukan pekerjaan yang lebih
baik. Dengan keterbatasan atau kecacatan mereka, maka sangat
memungkinkan orang lain untuk berbelas kasih dengan memberikan sumbangan
seikhlasnya.
4.
Pengemis
Professional dan Terorganisir
Pengemis
professional yaitu orang-orang yang meminta-minta di tempat umum untuk mendapat
belas kasihan orang lain sebagai profesinya untuk memeroleh pendapatan.
Professional di sini maksudnya bahwa mereka
punya strategi dan cara-cara khusus untuk menarik simpati orang lain
sehingga mau berbelas kasih kepada mereka. Selain mereka dikategorikan profesinal, mereka juga terorganisir.
Terorganisir disini maksudnya bahwa kegiatan atau aksi yang mereka lakukan
biasanya sudah ada yang menaunginya. Biasanya mereka adalah orang-orang yang
sengaja ditampung oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan bagi seseorang atau kelompok tersebut. Cara-cara yang
mereka lakukan (pengemis professional) biasanya dengan berpura-pura cacat
fisik, cacat mental, maupun cacat ganda. Selain itu dengan sengaja berpakaian
lusuh atau sengaja membawa anak atau menyewanya dari orang lain untuk dijadikan
alat bagi mereka memeroleh belas kasihan
orang lain.
Faktor
Penyebab Munculnya Pengemis
Berikut
adalah beberapa faktor penyebab munculnya permasalahan pengemis, di antaranya:
1.
Himpitan
ekonomi (kemiskinan);
2.
Keterbatasan
fisik (penuaan/cacat tubuh);
3.
Tradisi
suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi;
4.
Kekurangan
potensi sumber daya baik alam, manusia maupun lingkungan untuk dapat
mengembangkan peluang dan kesempatan kerja;
5.
Kondisi
musiman, seperti pada saat hari raya;
6.
Nilai-nilai
hidup yang dianut individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar